KATA PENGANTAR
Segala
puji bagi Tuhan yang telah menolong hamba-Nya menyelesaikan makalah ini dengan
penuh kemudahan. Tanpa pertolongan-Nya mungkin penyusun tidak akan sanggup
menyelesaikan dengan baik.
Makalah
ini disusun agar pembaca dapat memperluas ilmu sejarah tentang kabinet-kabinet yang pernah
ada di Indonesia yang membahas Pelaksanaan Demokrasi di
Indonesia Sejak Berlakunya UUD 1950-1959, yang kami sajikan berdasarkan
pengamatan dari berbagai sumber. Makalah ini di susun oleh penyusun dengan
berbagai rintangan. Baik itu yang datang dari diri penyusun maupun yang datang
dari luar. Namun dengan penuh kesabaran dan terutama pertolongan dari Tuhan
akhirnya makalah ini dapat terselesaikan.
Makalah
ini memuat tentang “parlemen Kabinet Wilopo dalam tahun 1950
– 1959”. Penyusun juga mengucapkan terima kasih kepada Guru
kami yang telah membimbing penyusun agar dapat mengerti
tentang bagaimana cara kami menyusun Makalah ini.
Semoga
makalah ini dapat memberikan wawasan yang lebih luas kepada pembaca. Walaupun
makalah ini memiliki kelebihan dan kekurangan. Penyusun mohon untuk saran dan
kritiknya. Terima kasih.
Kalabahi, Mei 2019
Penulis
DAFTAR ISI
JUDUL
KATA PENGANTAR ............................................................................................................ i
DAFTAR ISI ........................................................................................................................ .. ii
BAB I PENDAHULUAN ..................................................................................................... 1
A. Latar Belakang ............................................................................................................ 1
B. Tujuan .......................................................................................................................... 1
BAB II PEMBAHASAN ....................................................................................................... 2
A. Sekilas Tentang Wilopo ............................................................................................... 3
B. Terbentuknya Kabinet Wilopo .................................................................................... 4
C. Program Kabinet Wilopo ............................................................................................. 5
D. Berakhirnya Kabinet Wilopo ....................................................................................... 6
BAB III PENUTUP ............................................................................................................... 8
A. Kesimpulan .................................................................................................................. 8
B. Saran ............................................................................................................................ 8
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Setelah dibubarkannya RIS, sejak tahun 1950 RI
Melaksanakan demokrasi parlementer yang Liberal dengan mencontoh sistem
parlementer barat, dan masa ini disebut Masa demokrasi Liberal. Indonesia dibagi
manjadi 10 Provinsi yang mempunyai otonomi dan berdasarkan Undang-undang Dasar Sementara tahun
1950. Pemerintahan RI dijalankan oleh suatu dewan mentri (kabinet) yang
dipimpin oleh seorang perdana menteri dan bertanggung jawab kepada parlemen
(DPR).
Sistem politik pada masa demokrasi liberal telah
mendorong untuk lahirnya partai – partai politik, karena dalam system
kepartaian maenganut system multi partai. Konsekuensi logis dari pelaksanaan
system politik demokrasi liberal parlementer gaya barat dengan system multi
partai yang dianut, maka partai –partai inilah yang menjalankan pemerintahan
melalui perimbangan kekuasaan dalam parlemen dalam tahun 1950 – 1959, PNI dan
Masyumi merupakan partai yang terkuat dalam DPR, dan dalam waktu lima tahun (
1950 -1955 ) PNI dan Masyumi silih berganti memegang kekuasaan dalam empat
kabinet.
Pada tanggal 1 Maret 1952, Presiden Soekarno menunjukan
Sidik Djojosukarto (PNI) dan Prawoto Mangkusasmito (Masyumi) menjadi formatur,
namun gagal. Kemudian menunjuk Wilopo dari PNI sebagai formatur. Setelah
bekerja selama dua minggu berhasil dibentuk kabinet baru di bawah pimpinan
Perdana Mentari Wilopo,sehingga bernama kabinet Wilopo. Adapun program dari
kabinet ini terutama ditunjukan pada persiapan pelaksaan pemilihan umum unutuk
konstituante, DPR dan DPRD, kemakmuran, pendidikan rakyat, dan keamananan.
Sedang program luar negri terutama ditunjukan pada penyelesaian masalah
hubungan Indonesia – Belanda dan pengembalian Irian Barat ke Indonesia serta menjalankan
politik luar negri bebas – aktif menuju perdamaian dunia.
B. Tujuan
Tujuan dari makalah ini adalah :
1. Mengetahui tentang siapa itu Wilopo
dan proses terbentuknya Kabinet Wilopo
2. Mengetahui susunan pengurus dari
Kabinet Wilopo, dan
3. Program dari Kabinet Wilopo dan
akhir dari Kabinet Wilopo
BAB II
PEMBAHASAN
Demokrasi
liberal" di negeri ini lahir dari rangkaian kekecewaan. Empat tahun
setelah proklamasi, berdasarkan keputusan Ronde Tofel Conferentie alias
Konferensi Meja Bundar di Den Haag, Negeri Belanda, Republik Indonesia diharuskan
menambahkan kata "Serikat" pada namanya. Persidangan yang dimulai
pada 24 Agustus 1949 itu menyudutkan Bung Hatta, ketua delegasi Indonesia waktu
itu.
RIS (Republik
Indonesia Serikat) berdiri dengan segala keterbatasan dan ketergantungannya
pada Belanda. Dan pada puncaknya, 16 Agustus 1950, Presiden Soekarno
membubarkan RIS, seraya menyatakan Indonesia kembali menjadi negara kesatuan
dengan Undang-Undang Dasar Sementara (UUDS) 1950, yang menetapkan bentuk
pemerintahan berdasarkan sistem Demokrasi Parlementer.
"Pengalaman
di masa revolusi memberi landasan optimisme bagi sistem parlementer ini.
Presiden dan Wakil Presiden tampil ketika putusan yang menentukan arah
perjuangan saja. Jadi, pengalaman berdemokrasi parlementer telah dipunyai
juga," tulis sejarawan Taufik Abdullah dalam kolomnya Demokrasi
Parlementer, Optimisme yang Terabaikan.
Setelah
dibubarkannya RIS, sejak tahun 1950 RI Melaksanakan demokrasi parlementer yang
Liberal dengan mencontoh sistem parlementer barat, dan masa ini disebut Masa
demokrasi Liberal. Indonesia dibagi manjadi 10 Provinsi yang mempunyai otonomi
dan berdasarkan Undang-undang Dasar
Sementara tahun 1950. Pemerintahan RI dijalankan oleh suatu dewan mentri
(kabinet) yang dipimpin oleh seorang perdana menteri dan bertanggung jawab
kepada parlemen (DPR).
Sistem politik
pada masa demokrasi liberal telah mendorong untuk lahirnya partai-partai
politik, karena dalam system kepartaian maenganut system multi partai.
Konsekuensi logis dari pelaksanaan system politik demokrasi liberal parlementer
gaya barat dengan system multi partai yang dianut, maka partai –partai inilah
yang menjalankan pemerintahan melalui perimbangan kekuasaan dalam parlemen
dalam tahun 1950-1959, PNI dan
Masyumi merupakan partai yang terkuat dalam DPR, dan dalam waktu lima tahun
(1950-1955) PNI dan Masyumi silih berganti memegang kekuasaan.
Dalam demokrasi
liberal terjadi berbagai peristiwa penting, seperti pergantian kabinet yang
cepat, pemilu pertama RI, kegagalan konstituante menyusun UUD yang baru dan
keluarnya Dekrit Presiden 5 Juli 1959. Pada masa demokrasi liberal (1950-1959)
telah terjadi pergantian kabinet sebanyak tujuh kali. Tiap-tiap kabinet tidak
dapat berumur panjang. Masing-masing kabinet hanya berkuasa rata-rata satu
tahun. Padahal idealnya, pergantian tujuh kali kabinet minimal akan
menghabiskan waktu selama 35 tahun. Salah satu faktor yang menyebabkan jatuhnya
kabinet-kabinet itu adalah dalam rangka sistem ekonomi parlementer yang
liberal, yang terdiri dari 10 partai dan beberapa fraksi dalam parlemen yang
mayoritas anggotanya berasal dari Masyumi dan PNI. Sehingga untuk membentuk
suatu pemerintahan yang kuat perlu dukungan dari kedua partai terbesar itu.
Padahal hampir selalu terdapat ketidak serasian antar kedua partai tersebut.
Ditambah lagi dalam kedua partai itu sendiri terdapat kelompok-kelompok yang
sering juga saling bertentangan, misalnya dalam Masyumi terdapat kelompok Moch.
Natsir dan kelompok Dr. Sukiman, sedang dalam PNI terdapat kelompok Mr. Sartono
dan Mr. Sujono Hadinoto.
A. Sekilas tentang
Wilopo
Wilopo menjadi Menteri Luar Negeri Republik Indonesia
Pada Kabinet WILOPO, Periode 1952-1952 Tempat, tanggal lahir : Purworejo, 21 Oktober 1908 Masa Jabatan : 03
April 1952-29 April 1952
Beliau adalah pemimpin Kabinet atas namanya sendiri,
yaitu Kabinet Wilopo. Beliau merupakan Perdana Menteri Indonesia ke-7 yang
menjabat pada tahun 1952 hingga 1953. Beliau juga merangkap jabatan sebagai
Menteri Luar Negeri selama 25 Hari dalam periode kabinetnya, baru kemudian
digantikan oleh Moekarto Notowidigdo. Beliau merupakan Menteri Luar Negeri RI
dengan periode tersingkat dalam sejarah Menteri Luar Negeri RI.
Sebelum menjadi Perdana Menteri RI dan Menteri Luar
Negeri RI, beliau pernah menjabat sebagai Menteri Muda Perburuhan dalam Kabinet
Mr. Amir Sjarifuddin periode pertama dan juga dalam Kabinet Mr. Amir
Sjarifuddin periode kedua, pada tahun 1947 hingga 1948. Beliau kemudian
diangkat kembali sebagai Menteri Perburuhan pada Kabinet Republik Indonesia
Serikat pada tahun 1949 – 1950, setelah sebelumnya rehat sejenak dari jabatan
pemerintahan. Pada tahun 1951 hingga 1952 beliau diangkat sebagai Menteri
Perdagangan dan Perindustrian pada Kabinet Sukiman – Suwirjo. Setelah itu
beliau menjabat sebagai Menlu RI selama 25 Hari pada tahun 1952 dan juga
berperan sebagai Perdana Menteri dalam Kabinet yang dinamakan dengan nama
dirinya. Pada tahun 1955 – 1959, beliau menjabat sebagai Ketua Konstituante dan
menjadi Ketua Dewan Pertimbangan Agung Indonesia periode 1968 –1978. Setelah
itu beliau menjabat dalam jabatan terakhir dalam karirnya sebagai Anggota
Komite Empat Tim Pemberantas Korupsi tahun 1970.
B. Terbentuknya
Kabinet Wilopo
Pada tanggal 1 Maret 1952 Presiden Soekarno menunjuk
Sidik Djojosukarto (PNI) dan Prawoto Mangkusasmito (Masyumi) menjadi formatur.
Yang diminta oleh Presiden Soekarno kepada formatur ialah sebuah kabinet yang
kuat dan mendapat dukungan cukup dari parlemen. Usaha kedua formatur untuk
membentuk kabinet yang kuat menemui kagagalan, sebab tidak ada
kesepakatan tentang calon – calon yang akan didudukkan di dalam kabinet.
Pada tanggal 19 kedua formatur itu mengembalikan mandatnya dan Presiden
Soekarno menunjuk Mr. Wilopo (PNI) sebagi formatur baru. Akhirnya setelah
berusaha selama 2 minggu, pada tanggal 30 Maret Mr. Wilopo mengajukan susunan
kabinetnya yang terdiri atas : PNI, dan Masyumi masing-masing jatah empat
orang, PSI dua orang, PKRI (Partai Katholik Republik Indonesia), Parkindo
(Partai Kristen Indonesia), Parindra (Partai Indonesia Raya), Partai Buruh, dan
PSII masing - masing satu orang dan golongan tak berpartai tiga orang. Kabinet
ini resmi dibentuk berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 85 Tahun 1952 tanggal 1
April 1952. Dalam konstelasi politik saat itu kehadiran partai-partai kecil
tetap diperhitungkan agar dapat mencapai mayoritas di parlemen. Sikap dan
posisi partai-parti menjadi lebih jelas lagi selama berlangsungnya perdebatan
dalam DPR mengenai keterangan pemerintah dan program kerja kabinet. Pada sidang
itu pemerintah tidak meminta kepercayaan, melainkan hanya memberitahu kepada
DPR bahwa pemerintah akan melanjutkan pekerjaannya kecuali apabila DPR
menghendaki lain. Suara yang setuju memberikan dukungan bekerja kepada kabinet
ada 125 suara melawan lima suara yang tidak setuju, terdiri dari Partai Murba
dan SKI (Sarekat Kerakyatan Indonesia) mengatakan tidak setuju, sedang Fraksi
Progresif, PRN, PIR, Fraksi Demokrat dan beberapa anggota tak berpartai
disamping satu dua orang dari Masyumi
Susunan Kabinet
Wilopo
1.
Perdana Menteri : Mr. Wilopo
2.
Wakil PM : Prawoto Mangkusasmito
3.
Menteri Luar Negeri a.i. : Mr.
Wilopo, dan Mukarto
4.
Menteri Dalam Negeri : Mr. Moh. Roem
5.
Menteri Pertahanan : Sri Sulatan HB
IX
6.
Menteri Kehakiman : Mr. Lukman Wiradinata
7.
Menteri Penerangan : A. Manonutu
8.
Menteri Keuangan : Prof. Dr. Sumitro
Djojohadikusumo
9.
Menteri Petanian : Moh. Sardajan
10. Menteri
Perekonomian : Mr. Sumanang
11. Meneteri
Perhubungan : Ir. Juanda
12. Menteri PU dan
Tenaga : Ir. Suwarto
13. Menteri
Perburuhan : Ir. Tedjasukmana
14. Menetri Sosial
: Anwar Tjokroamino
15. Menteri PP
& K : Prof. Dr. Bahder Djohan
16. Menteri Agama :
KH Fakih Usman
17. Menteri
Kesehatan : Dr. J. Leimena
18. Menteri Urusan
Pegawai : Suroso
C. Program Kabinet
Wilopo
Adapun program dari kabinet ini terutama ditunjukan
pada persiapan pelaksanaan pemilihan umum unutuk konstituante, DPR dan DPRD,
kemakmuran, pendidikan rakyat, dan keamananan. Sedang program luar negri
terutama ditunjukan pada penyelesaian masalah hubungan Indonesia-Belanda dan pengembalian Irian Brat
ke Indonesia serta menjalankan politik luar negri bebas-aktif menuju perdamaian dunia.
Dalam melaksanakan pemerintahannya, setidaknya ada
enam program kabinet Wilopo, yaitu :
1. Organisasi
Negara
a.
Melaksanakan pemilu untuk
konstituante dan dewan dewan daerah,
b.
Menyelesaikan penyelenggaraan dan
mengisi otonomi daerah,
c.
Menyederhanakan organisasi
pemerintah pusat.
2. Kemakmuran
a.
Memajukan tingkat penghidupan rakyat
dengan mempertinggi produksi nasional, terutama bahan makanan rakyat,
b.
Melanjutkan usaha perubahan agraria.
c.
Usaha memperbaiki bidang pendidikan.
3. Keamanan
a.
Menjalankan segala sesuatu untuk
mengatasi masalah keamanan dengan kebijaksanaan sebagai Negara hukum dan
menyempurnakan organisasi alat-alat kekuasaan Negara serta,
b.
Memperkembangkan tenaga masyarakat
untuk menjamin keamanan dan ketentraman.
4.
Perburuhan
Memperlengkapi
perundang-undangan perburuhan untuk meninggikan derajat kaum buruh guna
menjamin proses nasional.
5.
Pendidikan dan Pengajaran
Mempercepat usaha-usaha perbaikan untukpembaharuan pendidikan dan
pengajaran.
6.
Luar Negeri
a.
Mengisi politik luar negeri yang
bebas dengan aktivitas yang sesuai dengan kewajiban kita dalam kekeluargaan
bangsa-bangsa dan dengan kepentingan nasional menuju perdamian dunia,
b.
Menyelesaikan penyelenggaraan
perhubungan Indonesia-Nederland atas dasar Unie-Statuut menjadi hubungan
berdasarkan perjanjian internasional biasa yang menghilangkan hasil-hasil KMB
yang merugikan rakyat dan Negara,
c.
Meneruskan perjuangan memasukkan
Irian Barat dalam wilayah kekuasaan Indonesia secepatnya.
D. Berakhirnya
Kabinet Wilopo
Pemerintah pada saat itu dihadapkan pada keadaan
ekonomi yang kritis, terutama karena jatuhnya harga barang-barang ekspor
Indonesia seperti : karet, timah dan kopra, sedang kecenderungan impor terus
meningkat. Karena penerimaan Negara akan mengalami penurunan dalam jumlah yang
besar dan karena banyaknya komitmen-komitmen lama yang harus dipenuhi, maka
adanya defisit tidak dapat dihindarkan, sekalipun diadakan
penghematan-penghematan yang drastis. Rencana kenaikan gaji pokok pegawai
negeri sipil sebesar 20% tetap dilaksanakan, tetapi pembagian jatah beras
pegawai terpaksa dihentikan, sedangkan hadiah lebaran tidak pula dapat
diberikan. Kesulitan yang lain yang dihadapi ialah masalah panen yang menurun,
sehingga perlu disediakan jumlah devisa yang lebih besar untuk mengimpor beras.
11
Dalam usaha meningkatkan ekspor yang perlu untuk
memperbaiki situasi neraca pembayaran, pemerintah mengambil langkah menurunkan
pajak ekspor serta menghapus sistem sertifikat yang oleh kabinet sebelumnya
diadakan untuk meningkatkan penerimaan negara dengan mengorbankan barang-barang
yang pada waktu itu kuat pasarannya. Di lain pihak dilakukan pembatasan impor
dengan jalan menaikkan pajak terhadap barang-barang non-essensial dan
mewajibkan para importer membayar uang muka sebesar 40 %.
Wilopo dengan kabinetnya berusaha untuk meleksanakan program itu dengan sebaik-baiknya. Tetapi kesukaran-kesukaran yang dihadapi tidaklah sedikit. Diantara kesukaran-kesukaran yang harus diselesaikan ialah timbulnya provinsialisme dan bahkan separatisme. Di beberapa tempat di Sumatra dan Sulawesi timbul rasa tidak puas terhadap pusat. Alasan yang pertama adalah kekecewaan karena tidak seimbangya alokasi keuangan yang diberikan oleh pusat ke daerah. Mereka juga menuntut diperluasnya hak otonomi daerah.
Wilopo dengan kabinetnya berusaha untuk meleksanakan program itu dengan sebaik-baiknya. Tetapi kesukaran-kesukaran yang dihadapi tidaklah sedikit. Diantara kesukaran-kesukaran yang harus diselesaikan ialah timbulnya provinsialisme dan bahkan separatisme. Di beberapa tempat di Sumatra dan Sulawesi timbul rasa tidak puas terhadap pusat. Alasan yang pertama adalah kekecewaan karena tidak seimbangya alokasi keuangan yang diberikan oleh pusat ke daerah. Mereka juga menuntut diperluasnya hak otonomi daerah.
Timbul pula perkumpulan-perkumpulan yang belandaskan
semangat kedaerahan, seperti Paguyupan Daya Sunda, Gerakan Pemuda Federal
Republik Indonesia. Keadaan ini tentu membahayakan NKRI. Selain persoalan
kedaerahan dan kesukuan, pada tanggal 17 Oktober 1952 timbul persoalan dalam
Angkatan Darat yang terkenal dengan peristiwa 17 September. Peristiwa bermula
dari pro dan kontra kebijaksanaan Menteri Pertahanan dan Pimpinan AD. Aksi
didikuti dengan penangkapan 6 orang anggota parlemen dan pembrangusan beberapa surat
kabar. Demonstrasi-demonstrasi yang menuntut pembubaran parlemen terjadi di
Semarang, Banjarmasin, Medan dan Bandung. Akibat peristiwa itu maka kedudukan
kabinet menjadi goyah. Kedudukan kabinet semakin tidak menentu karena usul mosi
mengenai tanah perkebunan di Tanjung Marowa yang telah diduduki secara illegal.
Usul mosi ini diusulkan oleh Sidik Kertapati dari Fraksi Persatuan Progresif
pada Mei 1953 dan ternyata di Parlemen didukung oleh PNI, Partai Perdana
Menteri sendiri. Akan tetapi sebelum usul mosi diputuskan dalam siding pleno
melalui voting, Kabinet Wilopo mengundurkan diri. Dan akibatnya pada tanggal 2 Juni 1953 Wilopo
mengembalikan mandatnya kepada Presiden. Kabinet kembali demisioner dan Indonesia
krisis pemerintahan lagi.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Kabinet Wilopo berusaha menjalankan program itu dengan
sebaik –baiknya, tetapi kesukaran-kesukaran yang
dihadapi sangat banyak. Di antaranya timbulnya provinsialisme dan bahkan menuju
separatisme yang harus diselesaikan dengan segera.di beberapa tempat,terutama
di Sumatera dan Sulawesi timbul rasa tidak puas terhadap pemerintahan pusat.
Alasan yang terutama adalah kekecewaan karena tidak seimbangnya alokasi
keuangan yang diberikan oleh pemerintah pusat kepada pemerintahan daerah.
Daerah merasa bahwa sumbangan yang mereka berikan kepada pusat hasil ekspor
lebih besar dari pada yang dikembalikanke daerah. Mereka juga
menuntut diperluasanya hak otonomi daerah.
Keadaan ini sudah tentu membahayakan bagi kehidupan
negara kesatuan dan merupakan langkah mundur dari Sumpah Pemuda 1928. kemudian
pada tanggal 17 Oktober 1952 timbul soal dalam angkatan darat yang terkenal
dengan nama peristiwa 17 Oktober. Peristiwa ini dimulai dengan perdebatan sengit
di DPR selama berbulan-bulan mengenai
masalah pro dan kontra kebijaksanaan Menteri pertahanan dan pimpinan angkatan
darat. Aksi dari para kaum politisi itu akhirnya menimbulkan reaksi yang keras
dari pihak angkatan darat. Aksi ini diikuti
dengan penangkapan enam orang anggota parlemen dan pemberangsungan surat kabar
dan demokrasi-demokrasi
pembubaran parlemen.akibatnya kabinet menjadai goyah.kabinet yang sudah goyah
semakin goyah karena soal tanah di Sumatera Timur yang terkenal dengan nama
peristiwa Tanjungan Morawa. Peristiwa ini terjadi akibat pengusiran penduduk
yang menggarap tanah perkebunan yang sudah
lama ditinggalkan dengan kekerasaan oleh aparat kepolisian. Sementara pendudukan
sudah terkena hasutan kader-kader komunis
sehingga menolak untuk pergi, maka terjadilah bentrokan senjata dan memakan
korban. Peristiwa ini
mendarat sorotan tajam dan emosional dari masyarakat, sehingga meluncurlah mosi
tidak percaya dari sidik kertapati, sarekat tani indonesia (sakti) dan akjirnya
pada tanggal 2 juni 1952, wilopo menyerahkan kembali mandatnya kepada presiden.
B.
Saran
Dari makalah
ini, penulis dapat merasakan manfaatnya yaitu bisa mengetahui sejarah tentang
kabinet di masa orde lama terutama mengenai Kabinet Wilopoo
DAFTAR PUSTAKA
Budiarjo,
Miriam. 1994. Demokrasi di Indonesia: Demokrasi Parlementer dan Demokrasi
Pancasila. Kumpulan Karangan. Jakarta: Gramedia
Ensiklopedi
Nasional Indonesia Jilid 17. 1996. Jakarta PT Cipta Adi Pustaka
Kurnia, Anwar
dan M. Suryana. 2002. IPS Sejarah 3. Jakarta:Yudhistira
Poesponegoro,
Marwati D. dan Nugroho Notosusanto. 1984. Sejarah Nasional Indonesia VI.
Jakarta : Balai Pustaka
No comments:
Post a Comment